Saya pernah suatu hari hendak menuju kota Bandung menggunakan kereta api. Dari Surabaya saya berangkat sekitar pukul 08.15 waktu setempat. Ini adalah perjalanan kedua saya mengguakan kereta api. Dahulu saya sering menggunakan bus untuk melakukan perjalanan ke Bandung. Namun setelah mengetahui tentang subsidi kereta api, saya akhirnya selalu menggunakan jasa kereta api untuk mengantar saya ke Kota Kembang tersebut.
Tepat pukul 14.00 saya sampi di terminal Lempuyangan, tepatnya di kota Jogjakarta. Berbeda dengan terminal-terminal lain yang saya singgahi, di terminal Lempuyangan ini kami singgah sekitar setengah jam. Itu karena terminal Lempuyangan termasuk terminal transit untuk kereta Pasundan (kereta yang saya naiki memiliki rute Surabaya - Jogjakarta - Bandung). Waktu yang lama tersebut saya gunakan untuk membeli makanan, karena di perjalanan nanti tidak akan ada prnjual makanan. Sembari meluruskan badan yang sudah 6 jam duduk di bangku kereta, saya berjalan mencari tukang nasi yang berjejer di pinggir rel kereta. Dan akhirnya pilihan saya jatuh kepada "Nasi Gudeg khas Kota Jogja".
Dan kereta pun akhirnya siap untuk melanjutkan perjalanan. Saat inilah saya menenmukan pemandangan yang menarik bagi saya. Melalui jendela saya melihat seorang pengatur kereta api sedang berdiri di pinggir rel. Menunggu aba-aba dari temannya yang berada di dalam stasiun. Tampak beliau mengibarkan bendera memberi aba-aba siap kepada masinis agar bersiap menjalankan kereta. Apa yang membuat saya menarik melihat pemandangan tersebut?
Coba kita bayangkan, berapa orang yang sering kita jumpai, mengeluh tentang pekerjaan mereka. Tentang tugas yang menumpuk, peraturan ketat yang membebani mereka, terlebih soal gaji. Banyak yang merasa risih dengan hal yang satu ini. sekarang banyak orang berlomba mencari pekerjaan dengan gaji tinggi. Mungkin alasan yang melatar belakangi setiap orang beragam. Namun hal yang membuat saya risih adalah ketika sahabat saya mengeluh soal gaji. Menurut saya gaji mereka sudah lebih dari cukup. Dan lalu saya kaitkan dengan bapak yang berdiri di pinggir rel kereta tadi. Sangat miris. Bahkan banyak saya temukan, maaf, tukang pungut sampah, mereka tidak pernah mengeluh mengenai pekerjaan, apalagi dengan penghasilan yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka. Mereka selalu bisa tersenyum sambil bekerja, selalu bisa menafkahi keluarga mereka, tanpa mengeluh sedikit mengenai "gaji" mereka.
Apa yang membuat mereka sanggup menjalani kehidupan seperti itu? Apa yang membuat para tukang sampah mampu setiap hari mengambil sampah di tempat yang berbau busuk? Apa yang membuat bapak tadi mampu berdiri tersenyum setiap saat di pinggir kereta? Bandingkan dengan teman saya yang sudah duduk empuk di kursi dengan hembusan udara segar dari pendingin ruangan, sangat berbanding terbalik bukan?
Menurut saya, ini semua bukanlah soal materi, melainkan soal keikhlasan dan tanggung jawab. Di dunia ini semua rejeki sudah ada yang mengatur, lantas untuk apa kita masih mengeluh soal gaji? Kita terlahir di dunia ini tidak bisa memilih ingin jadi apa kelak. Kalaupun bisa, pasti semua orang ingin memilih menjadi orang kaya. Tapi jika itu terjadi, untuk apa kehidupan ini? Bukankah salah satu tujuan hidup itu adalah berjuang? Namun setelah itu mencul pertanyaan di benak saya, jika semua orang sudah berjuang, kenapa masih saja ada yang miskin?
Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam sifat dan bentuk, begitu juga dengan 3 hal. Rejeki, maut, dan jodoh. Setiap orang berbeda mengenai takaran dan jenis mengenai hal tersebut. Namun hal ini yang tidak bisa dipahami orang banyak. Banyak yang tidak menerima kalau rejekinya sedikit, bahkan mengatakan tuhan tidak adil. Naudzubillah. Tuhan membedakan rejeki setiap hambaNya tidak lain adalah untuk melihat kualitas kesabaran hambaNya. Siapa yang bersabar dan siapa yang mengeluh. Maka cara terbaik yang seharusnya kita lakukan adalah ikhlas. Dalam arti menerima semua ketetapan yang telah diskenariokan oleh tuhan kepada kita. Bukankah apa yang tuhan berikan kepada kita adalah yang terbaik untuk kita? Lantas bagaimana kita menyikapi hal ini?
Tersenyum dan katakan dalam hati..
tuhan, aku tahu rencanaMu baik bagiku.. meskipun aku tidak mengerti..
Tuhan tidak akan menyengsarakan hambaNya di dunia ini. Semua yang terjadi pada diri kita semata-mata adalah untuk kebaikan kita agar kita menjadi jiwa yang lebih kuat. Jadi kunci dari semua ini adalah, ikhlas.
Setelah ikhlas, apa yang harus kita lakukan? Itu adalah tanggung jawab. Tanggung jawab dalam hal apa? Dalam hal mengerjakan tugas yang telah tuhan berikan kepada kita. Bagi yang diberi profesi guru, harus bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa. Bagi yang diberi profesi anggota DPR, harus bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Dan itu yang akan dilihat di akhirat kelak. Tanggung jawab terhadap jabatannya. Apa tanggung jawab seorang anak, seorang ayah, seorang suami, seorang istri, itu semua akan dipertanyakan kelak. Maka dari itu, setelah kita ikhlas dengan profesi kita, selanjutnya kita hendaknya bertanggung jawab dengan profesi kita.
Jika kita kaitkan dengan bapak di stasiun tadi, bisa kita tarik kesimpulan, bahwa orang yang tidak pernah mengluh ketika susah, bahkan selalu tersenyum dan mermurah hati kepada orang lain, mereka adalah orang yang mengerti tentang arti hidup, karena sesungguhnya hidup ini bukan untuk mencari materi, melainkan untuk bertanggung jawab dengan apa yang telah tuhan titpkan kepada kita.